Museum Kalah Dengan Mal

PALEMBANG

- Bangunan Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) berdiri kokoh sejak 25 tahun silam di pinggir Jl Merdeka, persis di samping Mesjid Agung. Ciri khasnya ada enam cagak (tiang) beton yang kokoh bertautan tiga-tiga di bagian samping kiri dan kanannya. Juga terpampang relief yang menggambarkan suasana pertempuran lima hari lima malam di kota Palembang melawan penjajah Belanda. Pantauan Bonavenura Sabtu (9/11), keadaan Monpera sepi dan tanpa kunjungan masyarakat. Hal itu menunjukkan perjuangan yang sia-sia dari pahlawan. Dengan membayar Rp 3 ribu (parkir dan tiket masuk.red) , masyarakat bisa masuk ke taman Monpera. Kondisi lantai di sebagian taman Monpera pecah-pecah, prasasti di bawah relief Garuda kusam, masih berserakkan sampah dari pohon di sekitar monumen. Barang peninggalan sejarah yang terdapat di taman Monpera seperti Main Battle Tank, gading gajah dan panser anoa masih terpasang rapi di gerbang masuk Monpera. Namun masyarakat yang ingin berkunjung ke museum Monpera harus mengurungkan niatnya, karena museum Monpera sedang dalam tahap renovasi dan ditutup untuk umum. Masyarakat hanya bisa berkunjung di taman Monpera saja. Andi penjaga museum Monpera, kepada Bonaventura menjelaskan, kunjungan sangat minim dari masyarakat. Museum Monpera berdiri kokoh dengan empat lantai di dalamnya. Di lantai satu terdapat juga foto masa perjuangan enam tokoh perang kemerdekaan seperti AK Gani, M Isa, Haji Abdul Rozak, Mayjen TNI H Bambang Utoyo, Brigjen TNI H Hasan Kasim dan Kolonel H Barlian. Di lantai dua disimpan 14 pucuk senjata di ruang khusus berdinding kaca. Sebagian besar merupakan hasil rampasan perang zaman sebelum kemerdekaan. Senjata yang disimpan seperti jenis pistol, senapan, kecepek, ranjau hingga alat pelontar bom yang kerap dipakai pejuang tempo dulu. Termasuk berbagai dokumen perang dan benda-benda bersejarah lainnya. Sedangkan lantai tiga terdapat patung yang merupakan replika wajah dari keenam pejuang kemerdekaan asal Sumatera Selatan. Juga koleksi pakaian dinas baik sipil maupun militer yang dipakai mereka dalam merebut kemerdekaan kala itu. Sementara lantai empat hanya dipakai untuk kantor. “ Museum peninggalan sejarah sudah ditinggalkan oleh masyarakat lantaran banyaknya mal seperti Carefour, PTC, PIM. Terkadang hanya wisatawan yang berkunjung ke museum ini. Seharusnya peninggalan sejarah harus mendapat respon dari masyarakat, karena mengenang jasa pahlawan yang rela berkorban untuk Indonesia, Palembang khususnya, “ jelasnya. Menurut Cecilia mahasiswi Stikes Perdhaki Charitas, mengatakan, peninggalan sejarah harus mendapatkan kunjungan dari masyarakat. Semakin banyak kunjungan dari masyarakat berarti masyarakat menghargai perjuangan pahlawan. Dengan adanya museum khususnya Monpera, masyarakat diajak untuk melihat perjuangan pahlawan sampai mengorbankan nyawa. “ Tanpa adanya peninggalan sejarah, kita tidak tau bagaimana perjuangan pahlawan untuk bangsa ini. Mereka yang memperjuangkan dan menjadi kewajiban kita untuk menjaga peninggalan sejarah. Harga yang sangat murah, hanya Rp 3 ribu, masyarakat sudah bisa melihat dan belajar tentang kejadian masa lampau, “ ujarnya. Berbeda dengan Agus pedagang keliling yang menjajakan dagangannya di sekitar monpera, mengatakan, tidak ada waktu untuk berkunjung ke museum atau peninggalan sejarah lainnya. Asal tau saja sejarah yang terjadi. “ Tidak ada guna berkunjung ke museum, isinya hanya itu-itu saja. Lebih baik mencari uang untuk hidup. Belajar tentang sejarah tidak harus berkunjung ke museum, asal kita tau saja, “ katanya.

0 komentar:

Posting Komentar

desain dan isi milik Bonaventura @Right 2008. Diberdayakan oleh Blogger.